Popular posts

Archive for Oktober 2013

IMPLIKASI MENINGKATNYA KEPADATAN PENDUDUK TERHADAP KUALITAS AIR BERSIH

Sabtu, 19 Oktober 2013
Posted by Randi Dwi Anggriawan


Air adalah zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk yang berada di bumi. Sekitar 71 persen bumi mengandung air dan tubuh kita sendiri juga mengandung air sekitar 80 persen. Maka dari itu, air adalah barang yang sangat berharga karena air memiliki kegunaan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Dewasa ini, sangat disayangkan karena banyak masalah yang timbul akibat dari kurangnya air bersih. Semakin hari air bersih semakin langka, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Hal ini disebabkan karena rendahnya kualitas air baku dan banyaknya terjadi pencemaran lingkungan seperti pembuangan limbah plastik, deterjen, DDT, dan sebagainya. Membuang sampah sembarangan ke sungai yang dapat membuat aliran sungai menjadi mampet sehingga menimbulkan bau tak sedap serta dapat menyebabkan banjir di musim penghujan dan tambah lagi timbulnya wabah penyakit. Disamping itu, permukiman penduduk yang semakin padat juga membawa dampak terhadap kualitas air dan persediaan air yang semakin berkurang.
Masalah air bersih merupakan masalah yang vital bagi kehidupan manusia. Setiap hari kita membutuhkan  air bersih untuk keperluan sehari-hari seperti minum, memasak, mandi, mencuci, kakus dan sebagainya. Karena itu, penyediaan air bersih menjadi hal yang sangat penting untuk dikaji mengingat air merupakan kebutuhan pokok yang selalu dikonsumsi oleh masyarakat dan dapat berpengaruh besar pada kelancaran aktivitas masyarakat tersebut. Keterbatasan penyediaan air bersih masyarakat yang berkualitas dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat, produktifitas ekonomi dan kualitas kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Persyaratan teknis penyediaan air bersih yang baik, apabila memenuhi tiga syarat yaitu : (1) ketersediaan air dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, (2) kualitas air yang memenuhi standar (dalam hal ini Peraturan Menteri Kesehatan No.416/PerMenKes/IX/1990 tentang Pedoman Kualitas Air, serta (3) kontinuitas dalam arti air selalu tersedia ketika diperlukan.
Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk yang terus menerus terjadi, mendorong pertumbuhan dan perkembangan permukiman yang cepat pula, hal ini digambarkan dengan adanya peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat seperti pertumbuhan industri baik kecil maupun besar, perkembangan fasilitas umum seperti tempat rekreasi, pertokoan dan sebagainya serta peningkatan di bidang pembangunan lainnya. Perkembangan  permukiman tersebut tidak diikuti oleh penyediaan prasarana yang mencukupi, sehingga prasarana yang ada tidak dapat memenuhi kebutuhan, termasuk salah satunya prasarana air bersih. Prasarana persediaan air besih tidak dapat memenuhi semua permintaan masyarakat disebabkan berbagai faktor seperti: pencemaran air sungai, kerusakan hutan, kerusakan waduk yang tak terpelihara sehingga sumber air baku menjadi sulit.
Penyediaan air bersih dalam permukiman merupakan prasarana untuk mendukung perkembangan penghuninya. Air bersih di permukiman harus tersedia dengan baik dalam arti kualitas memenuhi standar, jumlah cukup, tersedia secara terus menerus dan cara mendapatnya mudah dan terjangkau, dimana menjadikan penghuni permukiman akan nyaman tinggal (Sastra M, 2005). Dengan kondisi ini menjadikan masyarakat yang tinggal di permukiman tersebut dapat beraktivitas dengan baik tanpa tergganggu dengan masalah air bersih.
Karena itu, kebutuhan masyarakat mengenai air bersih semakin bertambah pula sehingga membutuhkan usaha yang sadar dan sengaja agar sumber daya air dapat tersedia secara berkelanjutan. Namun bila tidak dikelola dengan baik air bisa menjadi bencana. Kelebihan air permukaaan bisa menimbulkan banjir, genangan dan kelongsoran. Kekurangan air bisa menjadi bencana kekeringan (Kodoatie, 2002). Masyarakat dapat berproduktivitas tinggi dengan adanya ketersediaan air yang cukup sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi, kesehatan dan kesejahteraan. 
Air bersih merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk memenuhi standar kehidupan manusia secara sehat. Ketersediaan air bersih yang terjangkau dan berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi setiap individu baik yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan. Ketersediaan air bersih yang ada belum dapat melayani semua permintaan masyarakat baik di perkotaan maupun pedesaan. Oleh karena itu, ketersediaan air dapat mengurangi penyakit karena air  (waterborne disease), sekaligus dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Namun sampai dengan tahun 2000, berdasarkan data Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, baru sekitar 19% penduduk Indonesia, dimana 39%-nya adalah penduduk perkotaan yang dapat menikmati air bersih dengan sistem perpipaan. Sedangkan di daerah pedesaan, berdasarkan data yang sama, hanya sekitar 5% penduduk desa yang menggunakan sistem perpipaan, 48% menggunakan sistem non-perpipaan, dan sisanya sebesar 47% penduduk desa menggunakan air yang bersumber dari sumur gali dan sumber air yang tak terlindungi. Dalam  Water World Forum (WWF) ke-2 di The Haque, Belanda tahun 2000, telah dikeluarkan kesepakatan yang dikenal dengan sebutan Millenium Development Goals  (MDGs) 2015, dimana salah satu target yangdisepakati adalah mengurangi sekitar setengah jumlah  penduduk yang tidak memiliki akses terhadap “safe dringking water” (Parahita, 2009). Dari data yang dikeluarkan Departemen kimpraswil dalam Studi Nasional Action Plan Bidang Air Bersih tahun 2003 bahwa masyarakat Indonesia sebanyak 61% belum mempunyai akses pada air bersih. Hal ini merupakan kewajiban Pemerintah Pusat dan Daerah untuk menyediakan air bersih (Dep.Kimpraswil, 2003). Air bersih itu merupakan hak azasi manusia untuk mendapatkannya. Ini berarti negara harus memberikan jaminan kepada rakyatnya untuk mendapatkan air bersih (Jurnal Percik, 2008). Karena manusia tidak akan bisa hidup tanpa air bersih, dimana hal ini merupakan tugas bersama antara pemerintah dan masyarakat untuk menjaga ketersediaan air bersih. 
Peran masyarakat sangat penting demi untuk menjaga ketersediaan air secara terus-menerus dan  berkualitas. Hal paling sederhana yang dapat kita lakukan adalah menggugah kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah dan limbah sembarangan ke sungai. Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari kita budayakan hidup hemat dalam penggunaan air bersih. Dapat kita hitung jika setiap hari kita dapat menghemat satu liter  saja air bersih  dikali tiga puluh hari dalam sebulan lalu dikalikan jumlah penduduk setempat, maka berapa liter jumlah air bersih yang dapat diberikan pada teman kita yang kesulitan mendapatkan air bersih. Dimana teman kita di daerah lain kesulitan mendapatkan air bersih, bahkan mereka untuk mendapatkan air bersih harus berjalan jauh, mengantri berjam-jam hanya untuk mendapatkan tiga jerigen saja. Realita dilapangan menunjukan bahwa masyarakat  yang paling banyak menderita akibat krisis air bersih adalah masyarakat miskin yang tidak punya akses air bersih, dimana mereka harus membayar  air bersih dengan harga lebih mahal dari orang kaya, sebab merekamendapatkan air dengan membeli eceran dalam jerigen. Permintaan terhadap penyediaan air bersih meningkat secara signifikan, sedangkan disisi lain semakin sulitnya untuk meningkatkan ketersediaan yang cukup, memenuhi kualitas dan akses pelayanannya yang mudah. 

SUMBER
Karta. 2012. Republika Online: Pencemaran Sungai di Indonesia Meningkat 30 Persen. Available at http://www.republika.co.id/berita/nasional/lingkungan/12/04/05/m2026i-pencemaran-sungai-di-indonesia-meningkat-30-persen.
Kodoatie, Robert J dkk. 2002.  Pengelolaan Sumber Daya Air Dalam Otonomi Daerah. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Mungkasa, 2008.  Akses Air Bersih untuk Masyarakat Miskin.  Jurnal Percik, Edisi Oktober 2008, hal.42.
Parahita, Diah. 2009. Penyediaan Air Bersih Oleh Komunitas. Avalaible at: www. ciptakarya.pu.go.id.
Ririn. 2010. Republika Online: Sebagian Sungai di Jakarta Tergolong Pencemaran Berat. Available at http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/metropolitan/10/04/10/110350-sebagian-besar-air-sungai-di-jakarta-tergolong-pencemaran-berat.
Sastra M, Suparno, Endy Marlina. 2005.  Perencanaan dan Pengembangan Perumaha. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Mengapa Aku Ingin Menjadi Volunteer?

Posted by Randi Dwi Anggriawan
Menjadi orang yang berjiwa sosial tinggi adalah salah satu dari sekian banyak cita-citaku. Ada banyak hal yang mungkin dapat aku lakukan, melalui persahabatan, persaudaraan, kepedulian, dan cinta kasih sayang, aku yakin disana adalah tempat yang tepat untuk aku memulainya.

Dua puluh satu tahun sudah kulewati masa-masa hidupku, tentu telah banyak pengalaman yang turut hadir dalam perjuangan hidupku. Namun menjadi pendamping kaum difabel belum pernah aku lakukan, belum pernah aku alami, dan belum pernah aku rasakan, sehingga akupun berfikir bahwa pengalaman sosialku tak akan lengkap sebelum aku menjadi teman dekat mereka bahkan menjadi sahabat mereka, menjadi lebih mengerti dan memahami mereka.

Sejujurnya aku tak pernah membedakan antara kaum difabel dan nondifabel, seperti prinsip yang aku pegang teguh hingga saat ini adalah konsep keseimbangan, bahwa semua manusia adalah sama, mereka memiliki hak yang setara dalam berbagai bidang kehidupan, baik pendidikan, budaya, ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Mungkin disatu sisi mereka lemah tapi aku yakin di sisi yang lain mereka pasti luar biasa.
Melalui Pusat Studi dan Layanan Disabilitas Universitas Brawijaya aku berharap dapat belajar dan memahami hidup yang mereka perjuangkan. Hidup yang mungkin mereka menganggap bahwa Tuhan tidak adil. Tapi aku percaya bahwa Tuhan itu adil.